Sabtu, 23 November 2024

Menlu RI: Krisis Rohingya Perlu Terus Menjadi Perhatian Publik Internasional

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Sejumlah menteri menghadiri pertemuan tingkat menteri yang diinisiasi oleh Kanada untuk membahas situasi di Myanmar di sela-sela kegiatan Sidang Majelis Umum PBB ke-73 di New York, Selasa (25/9/2022). Foto: Antara

Retno Marsudi Menteri Luar Negeri RI mengatakan, bahwa krisis Rohingya perlu terus untuk menjadi perhatian publik internasional.

“Tugas kita bersama adalah untuk memastikan bahwa dunia internasional tetap memberikan perhatian bagi Rohingya,” kata Menlu saat berbicara dalam High-Level Side Event on Rohingya Crisis di sela-sela Sidang Majelis Umum ke-77 PBB di New York, seperti dikutip dari laman kemlu.go.id, Sabtu (24/9/2022).

Seperti disampaikan melalui keterangan tertulis Kemlu RI, Retno menekankan tiga hal utama yang perlu dilakukan masyarakat internasional, yakni pertama, menciptakan situasi yang kondusif bagi kepulangan masyarakat Rohingy. Kedua, memastikan perlindungan keamanan dan keselamatan masyarakat Rohingya di kamp-kamp pengungsian di Cox’s Bazar, Bangladesh. Ketiga, mendorong perdamaian dan rekonsiliasi nasional di Myanmar.

Dia pun menggaris bawahi pentingnya peran yang dapat dimainkan ASEAN untuk mengembalikan perdamaian dan stabilitas di Myanmar.

“ASEAN tentunya dapat memainkan peran penting untuk mengembalikan perdamaian dan stabilitas di Myanmar. Indonesia, dalam hal ini, berkomitmen untuk bekerja sama dengan komunitas internasional dalam mencari solusi yang berkelanjutan untuk penanganan isu Rohingya”, tegas Retno Menlu.

Pengedepanan kolaborasi dan tanggung jawab bersama untuk mengatasi krisis Rohingya juga merupakan hal utama yang diangkat oleh sejumlah pembicara pada pertemuan tersebut.

Indonesia merupakan salah satu co-host pertemuan High-Level Side Event on Rohingya Crisis yang diselenggarakan bersama dengan Bangladesh, Kanada, Gambia, Arab Saudi, Turki, Inggris, AS, dan Uni Eropa.

Sebelumnya, lebih dari 700.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari tempat tinggal mereka di Rakhine State, Myanmar, ke negara tetangga Bangladesh karena tindakan keras militer Myanmar.

PBB menyebut tindakan tersebut sebagai genosida. Myanmar menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional di Den Haag atas kekerasan tersebut.

Di lain pihak, Myanmar membantah adanya genosida dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk merespons gerilyawan yang menyerang pos polisi.(des/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs